Suara.com – Di tengah masa pandemi Covid-19, Pemerintah terus mengoptimalkan program Tol Laut. Hal ini untuk menjamin kelancarnya pasokan logistik antara pulau, khususnya menuju kawasan timur Indonesia.

Untuk ini Kementerian Perhubungan (Kemenhub) terus berupaya melakukan langkah perbaikan yang sesuai dengan tanggungjawabnya, di bidang transportasi laut.

Direktur Lalu Lintas dan Angkutan Laut, Kemenhub Capt. Wisnu Handoko menjelaskan, dalam upaya mengoptimalkan pemanfaatan program tol laut logistik, khususnya di tahun 2020, pihaknya menyiapkan strategi yang sejalan dengan tugas dan fungsi Kemenhub.

Terdiri dari lima aspek, yaitu Sumber Daya Manusia (SDM), Digitalisasi, Kapal, Pelabuhan dan Sistem Logistik.

“Pertama, terkait SDM, kami akan terus melakukan sosialisasi kepada Pemerintah Daerah, gerai maritim dan rumah kita, serta menggelar Bimbingan Teknis IMRK (Informasi Muatan Ruang Kapal) dan aplikasi LCS (Logistic Comunication System),” kata Capt Wisnu dalam keterangannya, Selasa (21/4/2020).

Lalu terkait aspek digitalisasi, Direktorat Jenderal Perhubungan Laut melalui Direktorat Lalu Lintas akan melakukan tracking, IMRK-LCS-Phiniship, Data Analisis Zebrax, serta dengan Gojek dan Grab.

“Ini bukan sekedar membangun infrastruktur digital, tetapi juga masalah culture kita berlogistik dengan baik, sehingga tidak membebani ini kepada satu ekosistem, tetapi Pemerintah sebagai agen perubahan yang mendorong,” ujarnya.

Capt Wisnu juga menjelaskan terkait aspek armada pendukung, bahwa pada tahun 2020 ini armada yang ada menjadi 26 kapal. Terdiri dari 14 kapal negara, 5 kapal milik PT Pelni, 5 kapal PT ASDP dan 2 kapal swasta dengan jumlah trayek sebanyak 26.

Penyiapan kapal ini terus bertambah jika dibandingkan tahun-tahun sebelumnya. Yaitu tahun 2016 program tol laut dilayani 6 kapal untuk 6 trayek, lalu tahun 2017 dengan 13 kapal dan 13 trayek, pada tahun 2018, meningkat menjadi 19 kapal dan 18 trayek dan pada program tol laut meningkat dengan 19 kapal dan 20 trayek.

“Rancana penambahan layanan juga dilakukan di bidang pelabuhan. Pada tahun ini kami bermaksud menambah 6 pelabuhan transhipment dan 90 pelabuhan singgah sedangkan pelabuhan pangkal 3 buah. Sedangkan pada tahun 2019 ada 5 pelabuhan transhipment dan 72 pelabuhan singgah, tahun 2018 ada 3 pelabuhan transhipment dan pangkal, serta 55 pelabuhan singgah, tahun 2017 dan 2016 angkanya tetap yaitu 3 pelabuhan pangkal dan 40 pelabuhan singgah,” katanya.

Capt Wisnu juga menjelaskan terkait aspek sistem logistik, pihaknya tengah berusaha untuk meningkatkan transparansi harga. Dan kuncinya adalah bagaimana melakukan transparansi biaya, kemudian bagaimana menstandarisasikan biaya supaya ada suatu kepastian, dan dari sisi Kemenhub bagaimana performa kapal dan pelabuhan ini bisa dijaga.

“Karena itu, di sini kami juga ingin meluruskan jika masih saja yang beranggapan biaya logistik masih tinggi meski ada tol laut. Kami berharap hal ini dilihat dari sisi yang lebih luas lagi. Sebab yang terlibat dengan program tol laut ini bukan Kemenhub saja, namun banyak Lembaga, Kementerian, Pemerintah Daerah dan juga unsur-unsur penunjang transportasi dan perekonomian lain,” katanya.

Pengamat logistik dari Supply Chain Indonesia (SCI), Setijadi menilai, Tol Laut menjadi salah satu konsep bagus dan penting bagi pengembangan transportasi laut untuk Indonesia yang merupakan negara kepulauan dan negara maritim.

Dan adanya masalah inefisiensi transportasi laut (biaya pengangkutan mahal) lebih karena kekurangan muatan balik dari wilayah-wilayah dengan pertumbuhan ekonomi rendah, terutama di Kawasan Timur Indonesia.

“Upaya peningkatan muatan balik Tol Laut harus didukung beberapa pihak terkait secara sinergis. Pemerintah daerah setempat, misalnya, perlu memanfaatkan Tol Laut untuk mengangkut produk dan komoditas potensialnya,” katanya.

Setijadi juga mengatakan, jika pemerintah daerah setempat jeli, maka pengisi muatan balik Tol Laut sangat bermanfaat dan berpotensi meningkatkan daya saing produk dan komoditas lokal yang pada akhirnya akan meningkatkan pendapatan dan perekonomian wilayahnya.

Dimana potensi muatan balik dari wilayah itu antara lain berbagai komoditas perikanan, pertanian, dan perkebunan.

“Untuk komoditas perikanan laut, potensinya sekitar 12 juta ton per tahun pada 11 Wilayah Pengelolaan Perikanan (WPP) yang tersebar di seluruh Indonesia, termasuk yang dilewati jalur Tol Laut. Dan konsumsi ikan terbanyak di Pulau Jawa, baik untuk masyarakat maupun industri. Dengan demikian, komoditas perikanan sangat berpotensi menjadi muatan balik Tol Laut,” tutup Setijadi.

Sumber : suara.com