Pelaku logistik mencari cara agar bisa mempertahankan bisnis di tengah pandemi virus corona. Pasalnya meski penyaluran logistik tak dilarang, namun banyak terhentinya perdagangan dan industri cukup berdampak.
Wakil Ketua Umum DPP Asosiasi Logistik Indonesia (ALI), Mahendra Rianto mengatakan, penurunan yang terjadi di bisnis logistik bisa mencapai 50 hingga 80 persen.
“Antara 50-80 persen volumenya, kita bagi dua. Jasa logistik ada yang impor ekspor hampir totally berhenti 90 persen, produksi berhenti, pabrik berhenti,” ujar Mahendra kepada kumparan, Selasa (5/5).
Mahendra menjelaskan, berbagai pengiriman logistik yang berhenti itu bisa meliputi bahan baku industri atau bahan-bahan kebutuhan sekunder seperti fashion, elektronik, dan lainnya.
Sementara, kebutuhan logistik yang menjadi penopang yang potensial saat ini ialah bahan makanan utamanya melalui e-commerce, hingga kebutuhan kesehatan seperti Alat Pelindung Diri (APD), hand sanitizer hingga masker yang kini tengah banyak disalurkan.
“Bahan-bahan kebutuhan pokok, produk-produk farmasi, hand sanitizer, masker segala macam. Fast moving consumer good, seperti mie instan, kebutuhan cepat kondisi mingguan hingga berkaitan dengan e-commerce,” terang dia.
Selain itu, menurut dia, pengiriman logistik yang berkaitan dengan pendukung telekomunikasi juga menjadi peluang yang bisa dikembangkan selama PSBB.
Peluang yang kini juga menjadi sasaran para pelaku logistik ialah berlomba dalam menyalurkan bansos yang sedang banyak digalakkan baik oleh pemerintah hingga swasta.
“Ini mulai rebutan (perusahaan logistik) menyalurkan bantuan. (Sistemnya) tender diserahin ke siapa. Kan membagikannya B2C (Business to Customer). Karena butuhnya cepat ya, kurun waktu 1 minggu misalnya, rakyat enggak bisa nunggu sembako. Nah ini, direspons (pelaku usaha) logistik,” ujar dia.
Sumber: kumparan.com